Bagaimana Cara Mencapai Kebahagiaan? [Part 1]

Semua orang terobsesi dalam pencarian kebahagiaan. Banyak film, majalah, artikel, dan ratusan buku yang menggambarkan bagaimana cara menjadi bahagia. Dan biasanya pesan yang disampaikan dari berbagai macam media tersebut yaitu kebahagiaan akan mencapai level tertingginya jika seseorang memiliki kekayaan, ketampanan, dan ketenaran. Apakah memang semua hal itu cerminan dari sebuah kebahagiaan? Mari kita bicarakan dari masing-masing hal tersebut.

Sejauh ini menyangkut kekayaan, kebanyakan orang berpikir bahwa dia akan mendapatkan kebahagiaan sejati ketika dia dapat membeli rumah mewah, mobil banyak, pakaian dengan berbagai macam model, ataupun barang-barang yang lain. Namun, pada kenyataannya kekayaan adalah sesuatu yang berfluktuasi. Dan semakin banyak yang anda dimiliki, maka akan semakin banyak pula yang ingin anda dapatkan, hal ini diakibatkan karena adanya perasaan tidak puas dengan yang sudah dimiliki. Ini seperti yang dikatakan oleh Nabi (Sallallahu 'Alaihi Wassalam) dalam sebuah hadisnya yaitu,
Dari Ibnu ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Ibnu Az Zubair berkata di Makkah di atas mimbar saat khutbah, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438).
Jadi semakin banyak yang kita miliki, semakin banyak pula yang ingin kita dapatkan. Dan juga semakin banyak tekanan-tekanan yang kita dapatkan. Ketika kita mengejar kekayaan dengan sewajarnya, maka tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika kita menjadi gila kerja dan memfokuskan keseluruhan hidup kita hanya untuk mengejar sebuah kekayaan. Semangat terus menerus dalam mengejar kekayaan ini adalah semangat yang tercela yang membuat diri lalai dari ketaatan dan menjadikan hati sibuk dengan dunia daripada akhirat.

Penampilan yang menarik. Ya biasanya kebanyakan wanita terobsesi dalam memiliki penampilan yang bagus. Mereka akan membandingkan dirinya dengan model, aktris, sehingga sering mereka merasa penampilannya belum memadai atau belum bisa dikatakan 'perfect'. Adakalanya ketika seseorang terlalu terobsesi dengan penampilannya, hingga ia melakukan tindakan-tindakan ekstrem. Ada sebagian yang melakukan makeover dan merekonstruksi tubuhnya dengan cara yang tidak sehat. Akibat terlalu obsesinya dengan penampilan maka muncul beberapa gangguan-gangguan psikologis seperti anorexia dan bulimia.

Sekali lagi sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Ketika kita ingin meperhatikan penampilan memang penting, tapi harus dilakukan dengan cara yang sewajarnya seperti dengan berolahraga secara rutin, mengatur pola makan. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika kita terlalu obsesi dengan penampilan kita.

Selanjutnya yaitu, ketenaran. Banyak orang yang berpikir bahwa ketika mereka terkenal maka disitulah letak kebahagiaan. Mari kita lihat, orang-orang yang tenar itu bagaikan seekor ikan didalam sebuah aquarium. Semua orang dapat melihat ke dalam hidup mereka. Segala aktivitas mereka disorot sehingga mereka tidak memiliki ketentraman. Jika kita masih berpikir bahwa kekayaan, penampilan yang bagus, dan ketenaran adalah bahan-bahan utama dari kebahagiaan, maka aktor dan aktris seharusnya adalah orang yang paling bahagia. Tetapi, pada kenyataannya tidak begitu. Beberapa diantaranya ada yang mengalami depresi, menyalahgunakan obat-obat terlarang, bahkan ada juga yang bunuh diri, padahal mereka memiliki semua hal tersbut (kekayaan, penampilan yang bagus, ketenaran). Karena yang mereka rasakan adalah bukan kebahagiaan yang sebenarnya.

Lalu, bagaimanakah kebahagiaan yang sesungguhnya? Sejatinya untuk mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya adalah dengan membangun dan mengembangkan empat hubungan kritis yaitu hubungan dengan Allah, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan masyarakat.

Pertama, hubungan dengan Allah, yakni hubungan paling penting yang didasarkan pada keimanan dan ketaatan. Kita harus sepenuhnya  menaruh kepercayaan dan menyerahkan diri kepada Allah, tawakkul 'alallah. Diri kita terdiri dari tubuh dan jiwa dan inilah dua wadah yang harus kita isi. Mungkin dalam asupan gizi untuk tubuh tidak menjadi masalah. Kita sangat memperhatikan tubuh kita yaitu mengisinya dengan makanan yang sehat dan bergizi agar terhindar dari penyakit. Namun, di sisi sebaliknya, masih banyak yang kurang memperhatikan asupan gizi dari jiwanya. Dan jiwa tidak lain hanyalah wadah kosong yang hanya bisa diisi dengan cinta dan pengabdian kepada Allah. Saya ingin menganalogikannya dengan sebuah tangki bensin. Sebuah tangki bensin hanya bisa diisi dengan bensin. Jika kita memasukkan bensin kedalamnya, maka mobil akan melaju. Namun, jika kita mengisinya dengan soda, kopi, atau cairan yang lain, maka mobil tidak akan bergerak. Sama halnya dengan jiwa kita. Seringkali seseorang merasa kekosongan pada jiwanya, tetapi ia berusaha mengisinya dengan hal-hal yang lain seperti kekayaan, penampilan, ketenaran, kemudian apa yang jiwa mereka rasakan? Jiwa mereka tetap merasa kosong. Maka inilah hal yang terpenting, jangan pernah melupakan asupan gizi untuk jiwa kita.

Salah satu contohnya, waktu-waktu dimana jiwa kita benar-benar mendapatkan asupan gizi yaitu ketika bulan Ramadhan. Pada bulan Ramadhan jiwa ini begitu merasa tenang dan puas karena diisi dengan membaca Al Quran, berpuasa, sholat taraweh, dan ketika inilah kita benar-benar merasakan kebahagian yang luar biasa. Kita merasa begitu tenang dan damai meski kita tidak makan, sedikit tidur tapi didalamnya ada kebahagiaan yang sesungguhnya.

Cara mencintai Allah adalah melalui ketaatan. Saat kita mencintai Allah maka kita menunjukkannya dengan ketaatan. Cinta itu sama dengan ketaatan. Ketika kita menjalani sebuah hubungan, dan pasangan kita selalu berkata "aku mencintaimu.. aku mencintaimu.." tetapi pasangan kita tidak pernah mendengarkan apa yang kita katakan dan juga tidak melakukan apa yang kita ucapkan, apa yang kita rasakan? Pastilah hubungan itu tidak berharga. Apa yang ia ucapkan tidak sesuai dengan apa yang ia lakukan. Jadi, jika kita mencintai Allah maka buktikanlah dengan perbuatan, jangan hanya berhenti di lisan, tetapi salurkanlah ke hati dan buktikan dengan perbuatan.

Contoh lainnya adalah jika anda sebagai orangtua dan anda telah memberikan perlakuan yang khusus dan spesial untuk anak anda misalnya dengan memberinya sebuah hadiah. Namun apakah cukup jika seorang anak hanya membalasnya dengan "Terima Kasih" sedangkan anak anda tidak taat dan tidak pernah mendengarkan omongan anda. Tentu tidak cukup! Pasti anda mengharapkan anak anda dapat menunjukkan kecintaannya dengan taat kepada apa yang anda perintahkan.
Kita cinta kepada Allah maka kita harus buktikan dengan amal sholih. Di dalam Al Quran sering disebutkan "امنوا وعملوا الصالحات"
‎"امنوا" tidak berdiri sendiri, tetapi diikuti dengan "وعملوا الصالحات" karena tidak cukup dengan hanya "aku beriman" tetapi juga harus dibuktikan dengan amal sholih (perbuatan baik). Iman dan amal harus berjalan bersamaan, harus ada kesesuaian. Kesesuaian antara apa yang anda rasakan, apa yang anda yakini, dan apa yang anda lakukan. Tanpa iman, amal akan siasia. Tanpa amal, iman tidak bernilai. Di dalam surat An Nahl ayat 97 Allah berfirman:

‎مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Jadi ini adalah janji Allah bagi orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh. Allah akan memberikan balasan yang lebih baik dari apa yang telah dikerjakan.


Cara selanjutnya untuk menjalin hubungan dengan Allah adalah dengan mengingatnya, dzikrullah. Dengan menyebutkan nama Allah dengan memuliakannya. Ketika kita mengingat Allah maka akan datang ketenangan pada diri kita. Allah berfirman dalam surat Al Fath ayat 4:

‎هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَاناً مَّعَ إِيمَانِهِمْ

Dia-lah yang telah Menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang Mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada).

Ketenangan hanya Allah turunkan kepada orang-orang yang beriman. Jadi begitulah, jika kita ingin mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan maka bangunlah dengan sebaik-baiknya hubungan dengan Allah. Di dalam surah Ar Rad ayat 28, Allah berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Ketika kita selalu memuliakan Allah, ketika kita selalu mengingat Allah maka kita akan menyadari bahwa Allah selalu mengawasi segala aktivitas kita. Dan ketika kita sudah menyadari hal ini, maka kita akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Bahwa apa yang kita ucapkan, apa yang kita tulis, apa yang kita kerjakan akan dipertanggungjawabkan kelak. Sekecil apapun amal perbuatan kita akan diperhitungkan.

Hal lain yang perlu kita perhatikan untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah adalah dengan tidak lupa bersyukur baik di waktu senang maupun di waktu susah karena apa yang Allah berikan kepada kita adalah yang terbaik menurut Allah. Setiap saat kita telah mendapatkan nikmat yang banyak dari Allah, namun kadang ini terus merasa kurang, merasa sedikit nikmat yang Allah beri. Allah beri kesehatan yang jika dibayar amatlah mahal. Allah beri umur panjang, yang kalau dibeli dengan seluruh harta kita pun tak akan sanggup membayarnya. Namun demikianlah diri ini hanya menggap harta saja sebagai nikmat, harta saja yang dianggap sebagai rizki. Padahal kesehatan, umur panjang, lebih dari itu adalah keimanan, semua adalah nikmat dari Allah yang luar biasa.

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‎مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad)

Bagaimana mungkin seseorang dapat mensyukuri rizki yang banyak, rizki yang sedikit dan tetap terus Allah beri sulit untuk disyukuri? Bagaimana mau disyukuri? Sadar akan nikmat tersebut saja mungkin tidak terbetik dalam hati.

Tak lupa juga, kita harus memiliki komitmen-komitmen baru untuk memperbaiki diri kita dalam beribadah kepada Allah. Melakukan amalan-amalan dengan istiqomah walaupun itu hanya sedikit tetapi berkesinambungan. Hal ini bisa membantu agar iman kita senantiasa naik.

Bersambung:)

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi saya dan pembaca.

In shaa Allah akan berlanjut di👇
Bagaimana Cara Mencapai Kebahagian? [Part 2]

Surabaya, 16 Mei 2017 / 19 Syaban 1438 H. [16.35]













Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beradab Sebelum Berilmu

IKHLAS